Cari Blog Ini

Rabu, 09 Maret 2011

DRAMA


BAB    I
PENDAHULUAN

Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata - mata sebuah imitasi (dalam Luxemburg, 1989: 5). Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya. (dalam Sarjidu, 2004: 2).
Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa. Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah: Novel cerita/cerpen (tertulis/lisan), syair, pantun, sandiwara/drama, lukisan/kaligrafi.
Drama / teater adalah salah satu sastra yang amat popular hingga sekarang. Bahkan di zaman ini telah terjadi perkembangan yang sangat pesat di bidang teater. Contohnya sinetron, film layar lebar, dan pertunjukan – pertunjukan lain yang menggambarkan kehidupan makhluk hidup.
Selain itu, seni drama / teater juga telah menjadi lahan bisnis yang luar biasa. Dalam hal ini, penyelanggara ataupun pemeran akan mendapat keuntungan financial serta menjadi terkenal, tetapi sebelum sampai ke situ seorang penyelenggara atau pemeran harus menjadi insan yang profesionalitas agar dapat berkembang terus.
Berdasarkan ulasan di atas, maka penulis membuat makalah ini guna membantu para pembaca yang ingin menekuni dunia drama. Selain tentang pengertian dan unsur – unsur drama, makalah ini juga memuat catatan tentang manfaat drama serta dilengkapi juga dengan panduan bagaimana akting yang baik.
Demikian gambaran isi makalah ini dari penulis. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih.
Selamat Membaca…!!



BAB    II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Drama
Kata drama berasal dari bahasa Yunani Draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak. Jadi drama bisa berarti perbuatan atau tindakan.
Arti pertama dari Drama adalah kualitas komunikasi, situasi, actiom (segala yang terlihat di pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (axcting), dan ketegangan pada para pendengar.
Arti kedua, menurut Moulton Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented in action).
Menurut Ferdinand Brunetierre : Drama haruslah melahirkan kehendak dengan action.
Menurut Balthazar Vallhagen : Drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sifat manusia dengan gerak.
Arti ketiga drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action dihadapan penonton (audience)
Adapun istilah lain drama berasal dari kata drame, sebuah kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah. Dalam istilah yang lebih ketat, sebuah drama adalah lakon serius yang menggarap satu masalah yang punya arti penting – meskipun mungkin berakhir dengan bahagia atau tidak bahagia – tapi tidak bertujuan mengagungkan tragedi. Bagaimanapun juga, dalam jagat modern, istilah drama sering diperluas sehingga mencakup semua lakon serius, termasuk didalamnya tragedi dan lakon absurd.
Drama adalah satu bentuk lakon seni yang bercerita lewat percakapan dan action tokoh-tokohnya. Akan tetapi, percakapan atau dialog itu sendiri bisa juga dipandang sebagai pengertian action. Meskipun merupakan satu bentuk kesusastraan, cara penyajian drama berbeda dari bentuk kekusastraan lainnya. Novel, cerpen dan balada masing-masing menceritakan kisah yang melibatkan tokoh-tokoh lewat kombinasi antara dialog dan narasi, dan merupakan karya sastra yang dicetak. Sebuah drama hanya terdiri atas dialog; mungkin ada semacam penjelasannya, tapi hanya berisi petunjuk pementasan untuk dijadikan pedoman oleh sutradara. Oleh para ahli, dialog dan tokoh itu disebut hauptext atau teks utama; petunjuk pementasannya disebut nebentext atau tek sampingan.
Contoh;
Chaterina ( bergegas masuk, membawa berita bagus ); Raina ! ( ia mengucapkan Raina, dengan tekanan pada i ) Raina ! ( ia menunjuk ketempat tidur, berharap menemukan Raina disitu ) Mengapa, di mana….! ( Raina menoleh kedalam ruangan).
Fase-fase dalam kurung diatas adalah petunjuk permainan untuk sutradara dan pemain. Ini memandu para aktor dan sutradara maupun tetang penataan perlengkapan panggung. George Bernard Shaw ( 1856 – 1950 ), pelopor realisme dalam sejarah drama Inggris, memberi petunjuk secara panjang lebar pada nebentext-nya yang ditemukan dalam kebanyakan naskahnya karena ia tidak ingin interprestasi lakon-lakonnya menyeleweng dari apa yang sebenarnya ia kehendaki.
Tidak adanya narasi dalam drama bisa digantikan oleh akting para pemain yang, dengan menghubunkan diri mereka sendiri dengan perlengkapan, perlampuan dan iringan musik, menciptakan suasan dan menghidupkan panggung itu menjadi dunia yang amat nyata. Disamping itu, penjelasan tentang tokoh disampaikan melalui dialog antara tokoh yang membicarakan tokoh lain. Pada puisi, daya ekpresi dan irama mentepati posisi yang dominan. Oleh karena itu, puisi tidak bercerita. Jika balada bertumpu pada narasi, sebab sebenarnya balada adalah kisah, atau cerita yang dinyanyikan. Contohnya, mahabarata dan ramayana dalam bentuk tembang. Puisi yang dibaca dengan baik menjadi dramatik, seperti yang dilakukan Rendra, aktor baik. Maka “Tidak tidak diragukan lagi drama kadang dianggap diambil dari kata dramen yang berarti sesuatu untuk dimainkan.”Mungkin drama memperoleh hampir semua efektivitasnya dari kemampuannya untuk mengatur dan menjelaskan pengalaman manusia. Oleh karenanya, drama, seperti halnya karya sastra pada umumnya, dapat dianggap sebagai interprestasi penulis lakon tentang hidup. Unsur dasar drama-perasaan,hasrat, konflik dan rekonsilasi merupakan unsur utama pengalaman manusia.
Dalam kehidupan nyata, semua pengalaman emosional tersebut merupakan kumpulan berbagai kesan yang saling ada hubungannya. Bagaimanapun juga, dalam drama, penulis lakon mampu mengorganisir semua pengalaman ini ke dalam satu pola yang bisa dipahami. Penonton melihat materi kehidupan nyata yang disajikan dalam bentuk yang padat makna dengan menghapus hal-hal yang tidak penting dan memberi tekanan kepada hal-hal yang penting.
Penulis lakon menulis drama untuk dipentaskan, ia menulis drama itu dengan membayangkan action dan ucapan para aktor diatas panggung. Jadi ucapan dan action yang terwujud dalam dialog itu adalah bagian paling penting, yang tanpa itu drama bukan benar-benar sebuah lakon. Karena itu, sebuah drama mewujudkan action, emosi, pemikiran, karakterisasi, yang perlu digali dari dialog-dialog itu. Adalah satu keharusan bagi seorang sutradra untuk menganalisis drama sebelum memanggugkan drama itu.
B.     Sejarah Drama
Kebanyakan dari kita mengira bahwa drama berasal dari Yunani Kuno. Namun demikian, sebuah buku yang berjudul A History of the theatre menunjukan pada kita bahwa pemujaan pada Dionisus, yang kelak diubah kedalam festival drama di Yunani, berasal dari Mesir Kuno. Tek Piramid yang bertanggal 4000SM. Adalah naskah Abydos Passion Play yang terkenal. Tentu saja para pakar masih meragukan apakah teks itu drama atau bukan sebelum Gaston Maspero menunjukan bahwa dalam teks tersebut ada petunjuk action dan indikasi berbagai tokohnya.
Ada tiga macam teori yang mempersoalkan asal mula drama. Menurut Brockett, drama mungkin telah berkembang dari upacara relijius primitif yang dipentaskan untuk minta pertolonga dari Dewa. Upacara ini mengandung banyak benih drama. Para pendeta sering memerankan mahluk superaalami atau binatang; dan kadang – kadang meniru action berburu, misalnya. Kisah-kisah berkembang sekitar beberapa ritus dan tetap hidup bahkan setelah upacara itu sendiri sudah tidak diadakan lagi. Kelak mite-mite itu merupakan dasar dari banyak drama.
Teori kedua memberi kesan bahwa himne pujian dinyanyikan bersama didepan makam seorang pahlawan. Pembicara memisahkan diri dari koor dan memperagakan perbuatan-perbuatan dalam kehidupan almarhum pahlawan itu. Bagian yang diperagakan makin lama makin rumit dan koor tidak dipakai lagi. Seorang kritisi memberi kesan bahwa sementara koor makinlama makin kurang penting, muncul pembicara lain. Dialog mulai terjadi ketika ada dua pembicara diatas panggung.
Teori ketiga memberi kesan bahwa drama tumbuh dari kecintaan manusia untuk bercerita. Kisah – kisah yang diceritakan disekeliling api perkemahan menciptakan kembali kisah – kisah perburuan atau peperangan, atau perbuatan gagah seorang pahlawan yang telah gugur. Ketiga teaori itu merupakan cikal-bakal drama. Meskipun tak seorang pun merasa pasti mana yang terbaik, harus diingat bahwa ketiganya membicarakan tentang action. Konon, action adalah intisari dari seni pertunjukan.
C.    Unsur – unsur Drama
Unsur-unsur dalam drama meliputi :
1)      Tema        : gagasan/ide/dasar cerita.
2)      Alur          : tahapan cerita yang bersambungan. Meliputi Pemaparan, pertikaian, penggawatan, klimaks, peleraian. Dilihat dari cara menyusun : alur maju/lurus, alur mundur, alur sorot balik, alur gabungan.
3)      Tokoh       :  Pemain/orang yang berperan dalam cerita.
Tokoh dilihat dari watak : protagonis, antagonis, dan tritagonis
Tokoh dilihat dari perkembangan watak : tokoh bulat dan tokoh datar.
Tokoh dilihat dari kedudukan dalam cerita : tokoh utama(sentral) dan tokoh bawahan (sampingan).
4)      Latar        : bagian dari cerita yang menjelaskan waktu dan tempat kejadian ketikatokoh  mengalami peristiwa
Latar terbagi dalam :
-          latar sosial       : latar yang berupa, waktu, suasana,  masa, bahasa.
-          latar fisik         : latar yang berupa benda-benda di sekitar tokoh misal, rumah, ruang tamu, dapur, sawah, hutan, pakaian/ baju.
5)      Amanat    :  pesan atau sisipan nasihat yang disampaikan pengarang melalui tokoh dan konflik dalam suatu cerita.
            Hal mendasar yang membedakan antara karya sastra puisi, prosa, dan drama adalah pada bagian dialog. Dialog adalah komunikasi antar tokoh yang dapat dilihat (bila dalam naskah drama) dan didengar langsung oleh penonton, apabila dalam bentuk drama pementasan.
D.    Struktur Drama
Seorang Aristoteles, filsuf Yunani yang hidup sekitar 300 S.M. telah menulis Poetics. Untuk mengenali plot, karakter, pikiran, diksi, musik dan spektakel dari tragedi. Kelak identifikasi itu dianggap sebagai falsafah dasar dari strukturalisme yang oleh T.S. Eliot disebut the Formalistick Approach.


Strukturdramatik :
Eksposisi : Isinya pemaparan masalah utama atau konflik utama yang berkaitan dengan posisi diametral antara protagonis dan antagonis. Hasil akhir : Antagonis berhasil menghimpun kekuatan yang lebih dominan.
Raising Action : Isinya menggambarkan pertentangan kepentingan antar tokoh. Hasil akhir : Protagonis tidak berhasil melemahkan Antagonis. Antagonis mengancam kedudukan Protagonis. Krisis diawali.
Complication : Isinya perumitan pertentangan dengan hadirnya konflik sekunder. Pertentangan meruncing dan meluas, melibatkan sekutu kedua kekuatan yang berseteru. Hasil akhir : Antagonis dan sekutunya memenangkan pertentangan. Kubu protagonis tersudut.
Klimaks : Isinya jatuhnya korban dari kubu Protagonis, juga korban dari kubu Antagonis. Hasil akhir : Peristiwa-peristiwa tragis dan menimbulkan dampak besar bagi perimbangan kekuatan antar kubu.
Resolusi : Isinya hadirnya tokoh penyelamat, bisa muncul dari kubu protagonis atau tokoh baru yang berfungsi sebagai penyatu kekuatan kekuatan konflik, sehingga situasi yang kosmotik dapat tercipta kembali. Pada tahap ini, pesan moral disampaikan, yang biasanya berupa solusi moral yang berkaitan dengan tema atau konflik yang sudah diusung.
Berikut contoh penggunaan struktur drama dalam Drama Romeo Juliet.
Pada awal plot kita ada eksposisi. Ini memberi penonton informasi yang diperlukan tentang peristiwa sebelumnya, situasi sekarang atau tokoh-tokohnya. Dalam kebanyakan lakon, sudah sejak awal pengarang memberi tekanan kepada satu pertanyaan atau konplik penting. Pada awal kisah Romeo and Juliet, Shakespeare telah menyajikan pertengkaran antara Sampson, Gregory lawan Baltazar dan Abraham, satu penjelasan yang memberi ‘Leitmotive’ kepada tema, konplik dan rekonsiliasinya.
Gregory : Anda berkelahi, ya ?
Abraham : Berkelahi? Ah, ngak, nggak!
Sampson : Tapi kalau ya, saya memihak anda, saya mengabdi sebaik anda
Abraham : ah, tak akan lebih baik.
Sampson : Baiklah
Gregory : (kesamping kepada Sampson, melihat Tybalt keluar panggung)
Katakanlah lebih baik. Itu salah satu dari orang majikanku datang.
Sampson : Ya, lebih baik.
Abraham : Bohong!
Sampson : Cabut pedangmu, kalau kamu lelaki. Gregory, ingat hantamanmu.
( mereka berkelahi ).
Dialog diatas menciptakan suasana babak itu dan suatu pelukisan singkat tapi lengkap tenatang konplik antara keluarga Montague versus keluarga Capulet yang akan menimbulkan bencana itu.
Terkadang juga ada eksposisi tentang tokoh-tokoh. Sebuah film berjudul Jango versus Santana dapat dijadikan contoh. Film itu dimulai dengan sebuah pemandangan. Sebidang tanah tandus dengan pohon-pohon kaktus tumbuh disana-sini. Sementara fokus kamera bergerak kearah kanan, seorang lelaki dengan baju kotor dan basah kuyup tampak berlutut didepan sebuah makam. Lelaki itu berdiri dan kamera mengambil gambarnya dalam teknik medium. Posisi enface memberikan gambaran jelas tokot itu. Ia tak mengalami kemalangan, tapi ia menghadapinya dengan tegar. Pelukisan singkat tapi hampir lengkap dari tokoh tersebut memberi titik awal yang jelas untuk memulai film itu.
Dalam eksposisi itu, unsur-unsur konpliknya statis. Melalui satu insiden yang merangsang maka action mulai bergerak. Disini konflik dramatik besar mulai jelas menyatukan kejadian – kejadian dalam lakon itu. Insiden yang merangsang dalam Romeo and Juliet tampak ketika Tybalt mengenali Romeo dan ingin menantang berkelahi. Presiden dari stimulasi itu terjadi ketika inang memberi tahu Juliet bahwa Romeo adalah anggota keluarga Montague. Unsur statis dalam eksposisi itu mulai bergerak dan konflik sehari-hari antara Sampson versus Abraham makin lama makin menjadi makin serius. ( Babak I ) timbul serentetan konflik ketika Romeo membocorkan rahasianya kepada teman-temannya, memanjat tembok kebun keluarga Capulet, dan menunggu Juliet muncul dijendelanya waktu gadis itu muncul, keduanya saling mengungkapkan cinta dan memutuskan untuk kawin lari ( Babak II). Makin lama lakon itu makin tegang sampai pendeta sampai pendeta Laurence berharap, setelah menyeleggarakan upacara pernikahan, pertikaian antara keluarga itu akan berakhir dan Romeo berpendapat begitu. Kisah cinta sederhana antara pemuda dan pemudi itu sekarang berkembang menjadi idealisme yang melibatkan masalah besar yang dihadapi kedua orang tua itu. Tidak diragukan bahwa konflikasi tersebut menuju suatu krisi, satu titik balik ketika informasi yang sebelumnya dirahasiakan sedikit sebagian terungkap dan masalah dramatik itu bisa dijawab.
Meskipun Juliet sudah menikah dengan Romeo, ia tidak berterus terang pada ayahnya. Oleh karenanya itu, Capulet tetap menjalankan rencananya untuk menikahkan Juliet dengan Paris. Karena pernikahan akan berlangsung pada hari kamis, pendeta Laurence mengusulkan agar pada hari rabu Juliet harus menelan ramuan yang akan membuatnya mati suri; sementara Laurence akan mengirimkan pesan pada Romeo untuk menyelamatkan Juliet dari makam keluarga Capulet, karena ia merasa yakin gadis itu akan dimakamkan disana. Capulet, karena ditentang oleh putrinya, memutuskan untuk mengajukan pernikahan itu sehari. Rencana itu membuat Juliet harus segera mereguk racun tadi. Agar rencananya tidak terhalang, ia menyuruh inang keluar dan tanpa pikir panjang langsung mereguk racun tadi. Paginya inang menemukan Juliet sudah tak bernyawa. Laurence dan Paris tiba; tapi upacara pernikahan harus diubah menjadi upacara pemakaman ( Babak IV ).
Bagian terakhir dari lakon itu, sering disebut resolusi, berkembang dari krisis sampai tirai ditutup untuk terakhir kalinya. Ini terkadang mengumpulkan berbagai alur action dan membawa situasinya ke suatu keseimbangan baru, dengan demikian hasilnya bisa jadi memuaskan, tapi mungkin juga mengecewakan harapan penonton.
Karena tidak tahu bahwa Jliet hanya kelihatannya mati, Balthazar tiba di Mantua sebelum pendeta tiba dan memberi tahukan tentang kematian Juliet. Mendengar itu Romeo membeli racun untuk bunuh diri dimakam Juliet. Setelah membunuh Paris, Romeo mereguk racun itu. Ketika terjaga, Juliet menemukan Romeo yang sudah mati dan bunuh diri. Pertikaian kedua keluarga itu berakhir di atas dua kekasih yang sudah mati ( Babak V )
E.     Kelengkapan Drama
         Naskah drama : skrip yang dijadikan panduan pemain sebelum pentas.
         Penulis naskah : orang yang menulis skenario dan dialog dalam bentuk jadi naskah drama
         Sutradara : orang yang memimpin atau yang mengatur suatu kelompok drama.
         Pemain : orang yang berperan melakonkan cerita
         Lighting : pengatur cahaya dalam pementasan
         Tata busana/make up : bagian kelengkapan drama yang bertugas merias dan memakaian propertis pakaian
         Tata suara : pengatur suara untuk memunculkan efek tertentu dalam pementasan
         Tata panggung : kelengkapan drama yang mengatur latar setiap adegan
         Panggung : tempat bagi pemain untuk melakonkan cerita
F.     Jenis – jenis Drama
Drama menurut masanya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu drama baru dan drama lama.
1.      Drama Baru / Drama Modern
Drama baru adalah drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada mesyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari.
2.      Drama Lama / Drama Klasik
Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan istanan atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan lain sebagainya.
Macam-Macam Drama Berdasarkan Isi Kandungan Cerita :
1.      Drama Komedi
Drama komedi adalah drama yang lucu dan menggelitik penuh keceriaan.
2.      Drama Tragedi
Drama tragedi adalah drama yang ceritanya sedih penuh kemalangan.
3.      Drama Tragedi Komedi
Drama tragedi-komedi adalah drama yang ada sedih dan ada lucunya.
4.      Opera
Opera adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian.
5.      Lelucon / Dagelan
Lelucon adalah drama yang lakonnya selalu bertingkah pola jenaka merangsang gelak tawa penonton.
6.      Operet / Operette
Operet adalah opera yang ceritanya lebih pendek.
7.      Pantomim
Pantomim adalah drama yang ditampilkan dalam bentuk gerakan tubuh atau bahasa isyarat tanpa pembicaraan.
8.      Tablau
Tablau adalah drama yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerak-gerik anggota tubuh dan mimik wajah pelakunya.


9.      Passie
Passie adalah drama yang mengandung unsur agama / relijius.
10.  Wayang
Wayang adalah drama yang pemain dramanya adalah boneka wayang. Dan lain sebagainya.
G.     AKTING YANG BAIK
Akting tidak hanya berupa dialog saja, tetapi juga berupa gerak. Dialog yang baik ialah dialog yang :
1. terdengar (volume baik)
2. jelas (artikulasi baik)
3. dimengerti (lafal benar)
4. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
5. Gerak yang balk ialah gerak yang :
6. terlihat (blocking baik)
7. jelas (tidak ragu‑ragu, meyakinkan)
8. dimengerti (sesuai dengan hukum gerak dalam kehidupan)
9. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
Penjelasan :
1.      Volume suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh.
2.      Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan jelas dan terang meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi kata‑kata yang diucapkan menjadi tumpang tindih.
3.      Lafal yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang dipakai . Misalnya berani yang berarti “tidak takut” harus diucapkan berani bukan ber‑ani.
4.      Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat menimbulkan kesan yang sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah.
5.      Blocking ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu dengan yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat pemain yang ditutupi.
6.      Pemain lebih baik terlihat sebagian besar bagian depan tubuh daripada terlihat sebagian besar belakang tubuh. Hal ini dapat diatur dengan patokan sebagai berikut


a.  Kalau berdiri menghadap ke kanan, maka kaki kanan sebaiknya berada didepan.
b. Kalau berdiri menghadap ke kiri, maka kaki kiri sebaiknya berada didepan.
c. Harus diatur pula balance para pemain di panggung. Jangan sampai seluruh pemain mengelompok di satu tempat. Dalam hal mengatur balance, komposisinya:
· Bagian kanan lebih berat daripada kiri
· Bagian depan lebih berat daripada belakang
· Yang tinggi lebih berat daripada yang rendah
· Yang lebar lebih berat daripada yang sempit
· Yang terang lebih berat daripada yang gelap
· Menghadap lebih berat daripada yang membelakangi
Komposisi diatur tidak hanya bertujuan untuk enak dilihat tetapi juga untuk mewarnai sesuai adegan yang berlangsung; Jelas, tidak ragu‑ragu, meyakinkan, mempunyai pengertian bahwa gerak yang dilakukan jangan setengah‑setengah bahkan jangan sampai berlebihan. Kalau ragu‑ragu terkesan kaku sedangkan kalau berlebihan terkesan over acting. Dimengerti, berarti apa yang kita wujudkan dalam bentuk gerak tidak menyimpang dari hukum gerak dalam kehidupan. Misalnya bila mengangkat barang yang berat dengan tangan kanan, maka tubuh kita akan miring ke kiri, dsb. Menghayati berarti gerak‑gerak anggota tubuh maupun gerak wajah harus sesuai tuntutan peran dalam naskah, termasuk pula bentuk dan usia.
H.    PERKEMBANGAN DRAMA DI INDONESIA
Perkembangan drama di Indonesia tak sesemarak dan setua perkembangan puisi dan prosa. Kalau puisi dan prosa mengenal puisi lama dan porsa lama, tak demikianlah dengan drama. Genre sastra drama di Indonesia benar-benar baru, seiring dengan perkembangan pendidikan di Indonesia, muncul pada tahun 1900-an.
Sastra drama di Indonesia ditulis pada awal abad 19, tepatnya tahun 1901, oleh seorang peranakan Belanda bernama F. Wiggers, berupa sebuah drama satu babak berjudul Lelakon Raden Beij Soerio Retno. Untuk selanjutnya bermunculanlah naskah-naskah drama dalam bahasa Melayu Rendah yang ditulis oleh para pengarang peranakan Belanda dan atau Tionghoa.
Selanjutnya, anak Indonesia sendiri yang mulai menulis drama. Berikut ini Anda akan disuguhi beberapa dramawan Indonesia dari mulai Rustam Effendi (lahir 1903) sampai dengan Hamdy Salad (lahir 1961).
Tahun Kelahiran Pengarang
Pengarang
Judul
1903
1905
1906
1916
1918
1920
1921
1926
1928
1933
1934
1935
1937
1938
1938
1941
1942
1943
1944
1945
1946
1949
1955
1959
1961
Rustam Effendi
Sanusi Pane
Abu Hanifah
Trisno Sumarjo
D. Jayakusuma
Utuy Tatang Sontani
Usmar Ismail
Asrul Sani
Mohammad Diponegoro
Misbach Yusa Biran
D. Sularto
Rahman Age
Motinggo Busye
Ajip Rosidi
Saini KM
Arifin C. Noer
Vredi Kasram Marta
Aspar Paturusi
Putu Wijaya
Wisran Hadi
Akhudiat
N. Riantiarno
Yono Daryono
Arthur S. Nalan
Hamdy Salad

Bebasari
Kertajaya
Taufan di Atas Asia
Tumbang
Rama Bargawa
Bunga Rumah Makan
Leburan Seniman
Mahkamah
Iblis
Bung Besar
Domba-domba Revolusi
Pembenci Matahari
Malam Jahanam
Masyitoh
Egon
Dalam Bayangan Tuhan atawa Interogasi
Syeh Siti Jenar
Perahu Nuh II
Dam
Cindua Mato
Jaka Tarub
Sampek Engtay
Ronggeng-ronggeng
Syair Ikan Tongkol
Perempuan dalam Kereta



I.       MANFAAT DRAMA/TEATER
Banyak hal yang dapat kita raih dalam bermain drama, baik fisik maupun psikis. Pembicaraan ini tidak akan memisahkan secara rinci antara bermain drama dan teater, karena keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh. Di bawah ini akan diuraikan manfaat bermain drama atau teater.
a.       Meningkatkan pemahaman
Meningkatkan pemahaman kita terhadap fenomena dan kejadian-kejadian yang sering kita saksikan dan kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Kita menyadari bahwa memahami orang lain merupakan pekerjaan yang paling sulit dan membutuhkan waktu. Untuk itu drama/teater merupakan salah satu cara untuk memecahkannya. Dengan bermain drama atau berteater kita selalu berkumpul dengan orang-orang yang sama sekali berbeda dengan diri kita. Dari segi individual differences inilah kita dituntut untuk memahami orang lain. Pemahaman kita kepada orang lain tidak hanya dilihat dari orangnya, melainkan keseluruhan orang tersebut. Meliputi sifat, watak, cara berbicara, cara bertindak (tingkah laku), cara merespon suatu masalah, merupakan keadaan yang harus kita pahami dari orang tersebut.


b.      Mempertajam kepekaan emosi
Drama melatih kita untuk menahan rasa, melatih kepekaan  rasa, menumbuhkan kepekaan, dan mempertajam emosi kita. Rasa kadang kala tidak perlu dirasakan, karena sudah ada dalam diri kita. Perlu diingat bahwa rasa, sebagai sesuatu yang khas, perlu dipupuk agar semakin tajam. Apa yang ada dihadapan kita perlu adanya rasa. Kalau tidak, maka segala sesuatu yang ada akan kita anggap wajar saja. Padahal sebenarnya tidak demikian. Kita semakin peka terhadap sesuatu tentu saja melalui latihan yang lebih. Rasa indah, seimbang, tidak cocok, tidak asyik, tidak mesra adalah bagian dari emosi. Oleh karena itu, perasaan perlu ditingkatkan untuk mencapai kepuasan batin.
Drama menyajikan semua itu. Peka panggung, peka kesalahan, peka keindahan, peka suara atau musik, peka lakuan yang tidak enak dan enak, semua berasal dari rasa. Semakin kita perasa semakin halus pula tanggapan kita terhadap sesuatu yang kita hadapi.
c.       Pengembangan ujar
Naskah drama sebagai genre sastra, hampir seluruhnya berisi cakapan. Cakapan secara tepat, intonasi, maka ujar kita semakin jelas dan mudah dipahami oleh lawan bicara. Kejelasan tersebut dapat membantu pendengar untuk mencerna makna yang ada. Harus ada kata yang ditekankan supaya memudahkan pemaknaan. Dimana kita memberi koma (,) dan titik (.). hampir keseluruhan konjungsi harus diperhatikan selam kita berlatih membaca dalam bermain drama. Suara yang tidak jelas dapat berpengaruh pada pendengar dan lebih-lebih pemaknaan pendengar atau penonton. Di sini perlu adanya  kekuatan vokal dan warna vokal yang berbeda dalam setiap situasi. Tidak semua situasi memerlukan vokal yang sama. Tidak semua kalimat harus ditekan melainkan pasti ada yang dipentingkan. Drama memberi semua kemungkinan ini. Sebagai salah satu karya sastra yang harus dipentaskan dan berisi lakuan serta ucapan.
d.      Apresiasi dramatik.
Apresiasi dramatik dikatakan sebagai pemahaman drama. Realisasi pemahaman ini adalah dengan pernyataan baik dan tidak baik. Kita bisa memberi pernyataan tersebut jika kita tidak pernah mengenal drama. Semakin sering kita menonton pementasan drama semakin luas pula pemahaman kita terhadap drama atau teater. Karena itulah, kita dituntut untuk lebih meningkatkan kecintaan kita terhadap drama. Hal ini dilakukan dengan tujuan memperoleh wawasan dramatik yang lebih baik.
e.       Pembentukan Postur Tubuh
Postur berkaitan erat dengan latihan bermain drama, latihan ini dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu dasar dan lanjut. Yang termasuk latihan dasar ini adalah latihan vokal dan latihan olah tubuh. Yang terkait dengan postur adalah olah tubuh. Kelenturan tubuh diperlukan dalam bermain drama, sebab bermain drama memerlukan gerak-gerik. Gerak-gerik inilah yang nantinya dapat membentuk postur tubuh kita sedemikian rupa.
f.       Berkelompok (Bersosialisasi)
Bermain drama tidak mungkin dilaksanakan sendirian, kecuali monoplay. Bermain drama, secara umum, dilakukan secara berkelompok atau group. Betapa sulitnya mengatur kelompok sudah kita pahami bersama, bagaimana kita bisa hidup secara berkelompok adalah bergantung pada diri kita sendiri.
Masing-masing orang dalam kelompok drama memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama. Tak ada yang lebih dan tak ada yang kurang, semuanya sama rendah dan sama tinggi, sama-sama penting. Untuk itu, drama selalu menekankan pada sikap pemahaman kepada orang lain  dan lingkungannya.
Kelompok drama harus merupakan satu kesatuan  yang utuh. Semua unsur dalam drama tidak ada yang tidak penting, melainkan semuanya penting. Rasa kebersamaan, memiliki, dan menjaga keharmonisan kelompok merupakan tanggung jawab dan tugas semua anggota kelompok itu. Bukan hanya tugas dan tanggung jawab ketua kelompok. Baik buruknya pementasan drama tidak akan dinilai dari salah seorang anggota kelompok tetapi semua orang yang terlibat dalam pementasan. Oleh karena itu, perlu adanya kekompakan, kebersamaan, dan kesatuan serta keutuhan.
g.      Menyalurkan hobi
Bermain drama dapat juga dikatakan sebagai penyalur hobi. Hobi yang berkaitan dengan sastra secara umum dan drama khususnya. Dalam drama terdapat unsur-unsur sastra. Drama sebagai seni campuran (sastra, tari, arsitektur).


BAB    III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
-          Drama adalah satu bentuk lakon seni yang bercerita lewat percakapan dan action tokoh-tokohnya. Akan tetapi, percakapan atau dialog itu sendiri bisa juga dipandang sebagai pengertian action.
-          Sebuah buku yang berjudul A History of the theatre menunjukan pada kita bahwa pemujaan pada Dionisus, yang kelak diubah kedalam festival drama di Yunani, berasal dari Mesir Kuno. Tek Piramid yang bertanggal 4000SM. Adalah naskah Abydos Passion Play yang terkenal.
-          Unsur – unsur Drama
-          Tema
-          Alur
-          Tokoh
-          Latar
-          Amanat
-          Manfaat drama/teater :
ü  Menyalurkan hobi
ü  Berkelompok (Bersosialisasi)
ü  Pembentukan Postur Tubuh
ü  Apresiasi dramatik.
ü  Pengembangan ujar
ü  Mempertajam kepekaan emosi
ü  Meningkatkan pemahaman
B.     Saran
-          Hendaknya pihak sekolah menambah kegiatan ekstrakurikuler di bidang seni drama, agar siswa mendapat bimbingan dan lebih dapat mengekspresikan bakatnya.
-          Hendaknya sekolah mengadakan pagelaran /  pertunjukan drama, agar siswa lebih matang dalam mengembangkan bakat seni dramanya.



DAFTAR PUSTAKA